Banjir Besar Landa Bekasi: Ribuan Warga Mengungsi, Kritik Terhadap Infrastruktur Meningkat
Bencana banjir kembali melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dan langsung menjadi sorotan publik, baik di media konvensional maupun di media sosial. Hujan deras yang mengguyur sejak dini hari menyebabkan meluapnya sejumlah sungai dan saluran air, sehingga mengakibatkan genangan tinggi di berbagai permukiman warga. Menurut data yang dirilis oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi, wilayah seperti Tambun Selatan, Cikarang Barat, dan Bantar Gebang menjadi daerah yang terdampak paling parah.
Ketinggian air di beberapa titik dilaporkan mencapai 1 hingga 1,5 meter, memaksa ratusan keluarga untuk meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. Proses evakuasi dilakukan dengan menggunakan perahu karet dan kendaraan tinggi milik tim SAR, TNI, serta relawan yang dikerahkan oleh pemerintah daerah. Banyak warga yang tidak sempat menyelamatkan barang-barang berharga mereka karena air datang dengan cepat pada tengah malam.
Sementara itu, pantauan di media sosial seperti Twitter dan Instagram menunjukkan betapa parahnya kondisi banjir. Warga membagikan berbagai foto dan video yang memperlihatkan jalan-jalan utama terendam, kendaraan terjebak, dan rumah-rumah yang hanya tampak atapnya. Tagar #BanjirBekasi pun menjadi trending topic nasional, menunjukkan betapa luasnya perhatian masyarakat terhadap bencana ini.
Dalam unggahan-unggahan tersebut, banyak warga yang mengungkapkan kekecewaan terhadap lambannya respons pemerintah daerah dalam menangani persoalan banjir yang sebenarnya sudah menjadi masalah tahunan. Kritikan keras diarahkan pada buruknya sistem drainase, minimnya daerah resapan air, serta pembangunan infrastruktur yang dinilai tidak memperhatikan aspek lingkungan.
Menurut Kompas.com, hingga hari kedua sejak banjir melanda, tercatat lebih dari 2.500 warga telah mengungsi ke posko-posko darurat yang disediakan oleh pemerintah daerah. Di beberapa titik, seperti Tambun Selatan dan Babelan, posko pengungsian mulai penuh sesak, dengan kondisi yang memprihatinkan. Kurangnya fasilitas seperti toilet bersih, makanan siap saji, serta obat-obatan menjadi perhatian utama.
BPBD Bekasi dalam keterangannya menyebutkan bahwa penyebab utama banjir kali ini adalah curah hujan yang ekstrem dan sistem drainase yang tidak mampu menampung volume air yang besar. Kepala BPBD Bekasi juga menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai instansi, termasuk Dinas PUPR, PMI, dan relawan lokal, untuk memastikan proses evakuasi dan bantuan berjalan lancar.
Tak hanya masyarakat, sejumlah tokoh publik dan influencer turut menyoroti bencana ini. Mereka menyerukan agar pemerintah tidak hanya bertindak saat bencana sudah terjadi, tetapi juga mulai fokus pada upaya pencegahan jangka panjang. Salah satunya adalah perbaikan dan revitalisasi sistem drainase serta perlindungan terhadap daerah aliran sungai (DAS) yang seringkali menjadi sumber banjir.
Di tengah keterbatasan, beberapa komunitas relawan turun langsung membantu warga terdampak. Mereka menyediakan makanan siap saji, air mineral, pakaian, serta obat-obatan yang dibutuhkan di posko pengungsian. Aksi solidaritas ini menjadi pengingat bahwa di tengah bencana, rasa kemanusiaan dan gotong royong masih sangat kuat di kalangan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Bekasi sendiri telah menyampaikan imbauan agar masyarakat tetap tenang namun waspada. Warga yang tinggal di daerah rawan banjir diminta untuk segera melaporkan jika ada kondisi darurat ke call center BPBD yang aktif selama 24 jam. Selain itu, sekolah-sekolah di wilayah terdampak diliburkan sementara demi keselamatan siswa dan guru.
Bencana ini juga menjadi pelajaran penting bagi semua pihak tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam yang datang secara tiba-tiba. Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah Bekasi memang menjadi salah satu titik rawan banjir, terutama saat musim penghujan tiba. Pemerintah pusat pun diminta turun tangan dan membantu perbaikan infrastruktur dasar yang lebih memadai, agar kejadian serupa tidak terus berulang.
Dalam jangka panjang, pendekatan berbasis mitigasi menjadi solusi utama yang perlu dijalankan secara serius. Penambahan ruang terbuka hijau (RTH), pembangunan embung dan kolam retensi, serta edukasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah rumah tangga bisa menjadi langkah konkret dalam mengurangi risiko banjir.
Krisis seperti ini juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Tidak cukup hanya mengandalkan satu pihak, namun seluruh elemen bangsa harus turut serta dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan.
Dengan banjir yang terjadi di Bekasi kali ini, harapan masyarakat tentu saja tidak hanya pada penanganan darurat, tetapi juga pada komitmen nyata dari pemerintah dalam membenahi akar persoalan. Bekasi yang merupakan wilayah penyangga ibu kota harus memiliki sistem tata kelola bencana yang lebih baik, demi keselamatan dan kenyamanan warganya.