Isu Miring di Sekolah Tinggi ST Burhanuddin Jadi Sorotan, Publik Tuntut Transparansi Pendidikan
Belakangan ini, nama Sekolah Tinggi Burhanuddin (ST Burhanuddin), sebuah perguruan tinggi swasta yang berlokasi di Jawa Timur, mencuri perhatian publik. Kontroversi yang melibatkan lembaga pendidikan ini viral di berbagai platform media sosial setelah muncul tudingan adanya ketidakberesan dalam sistem penerimaan mahasiswa baru dan pengelolaan dana pendidikan.
Menurut laporan dari Detik.com, beberapa mantan mahasiswa dan pihak yang mengaku sebagai korban telah membagikan kisah mereka secara terbuka di platform seperti Twitter, Instagram, hingga TikTok. Mereka menyuarakan berbagai pengalaman pahit selama menjalani proses studi di kampus tersebut, mulai dari dugaan pungutan liar, janji fasilitas yang tidak ditepati, hingga ketidakjelasan status akademik.
Fenomena ini langsung memicu reaksi besar dari warganet. Tagar #STBurhanuddin pun sempat menjadi trending topic di Twitter Indonesia. Ribuan netizen membanjiri lini masa dengan komentar, kutipan, hingga tuntutan agar pihak terkait, termasuk pemerintah dan lembaga pengawas pendidikan tinggi, segera turun tangan untuk menyelidiki dan memberikan klarifikasi atas berbagai dugaan pelanggaran yang terjadi.
Sebagian besar komentar menunjukkan kekecewaan yang mendalam terhadap sistem pendidikan tinggi swasta yang dinilai kurang mendapatkan pengawasan ketat dari negara. Banyak pula yang mempertanyakan bagaimana izin operasional sebuah perguruan tinggi bisa tetap berjalan jika terdapat banyak laporan dan keluhan dari para mahasiswanya.
Tidak hanya itu, diskusi mengenai ST Burhanuddin juga merambah ke topik yang lebih luas. Masyarakat mulai membahas pentingnya transparansi dalam dunia pendidikan tinggi, terutama dalam konteks lembaga swasta yang tidak sepenuhnya berada dalam pantauan ketat pemerintah seperti halnya universitas negeri. Beberapa pengguna media sosial bahkan membandingkan situasi ini dengan kasus serupa yang pernah terjadi di institusi pendidikan lainnya.
Sampai berita ini tersebar luas, pihak manajemen ST Burhanuddin masih belum memberikan pernyataan resmi yang menjawab tudingan tersebut. Ketidakhadiran klarifikasi membuat publik semakin mempertanyakan kebenaran dari informasi yang beredar. Kondisi ini memunculkan tekanan agar pihak kampus segera memberikan penjelasan kepada publik guna meredam berbagai spekulasi yang berkembang liar.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga turut disebut-sebut oleh netizen dalam tuntutan mereka. Banyak warganet mendesak agar kementerian mengambil sikap tegas dan segera melakukan audit terhadap manajemen ST Burhanuddin, termasuk memeriksa kembali legalitas program studi, dosen tetap, dan sistem keuangan lembaga.
Dalam pandangan para pemerhati pendidikan, kasus seperti ini seharusnya menjadi momentum penting untuk memperbaiki sistem pengawasan terhadap kampus swasta. Mereka menilai bahwa lembaga swasta memiliki potensi besar untuk meningkatkan akses pendidikan tinggi, tetapi juga rawan disalahgunakan jika tidak diawasi dengan baik.
Menurut data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), jumlah perguruan tinggi swasta di Indonesia sangat besar dan mencakup lebih dari 60% total institusi pendidikan tinggi nasional. Namun, tidak semua kampus memiliki kualitas dan manajemen yang memadai. Oleh karena itu, evaluasi berkala serta keterlibatan aktif dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) menjadi sangat penting agar mutu pendidikan tetap terjaga dan hak-hak mahasiswa tidak diabaikan.
Sementara itu, beberapa organisasi mahasiswa juga mulai bersuara. Mereka menyerukan agar mahasiswa dan calon mahasiswa lebih kritis dalam memilih perguruan tinggi. Informasi seperti akreditasi kampus, reputasi alumni, hingga rekam jejak manajemen menjadi penting untuk ditelusuri sebelum mendaftar.
Salah satu alumni yang sempat diwawancarai oleh media lokal menyampaikan bahwa ia merasa kecewa karena merasa "terjebak" dengan janji-janji manis brosur kampus yang tidak sesuai dengan realitas. Ia menyebut bahwa tidak sedikit mahasiswa yang akhirnya memutuskan berhenti kuliah karena merasa sistem akademik tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Di sisi lain, ada juga pihak yang menyatakan simpati kepada civitas akademika ST Burhanuddin, khususnya para dosen dan staf pengajar yang mungkin tidak terlibat langsung dalam polemik manajerial. Mereka berharap agar polemik ini segera diselesaikan secara adil dan tidak berdampak negatif terhadap proses belajar mengajar yang sedang berjalan.
Melalui berbagai unggahan dan diskusi publik ini, jelas terlihat bahwa masyarakat Indonesia semakin peduli terhadap isu kualitas dan etika dalam dunia pendidikan. Pendidikan bukan sekadar formalitas atau gelar, tetapi juga menyangkut kredibilitas, tanggung jawab sosial, serta masa depan generasi muda.
Seiring meningkatnya kesadaran tersebut, diharapkan ada reformasi nyata dalam pengawasan pendidikan tinggi swasta, termasuk pemberlakuan sanksi tegas bagi lembaga yang terbukti melakukan pelanggaran serius. Pemerintah melalui Kemendikbudristek serta lembaga hukum seperti Ombudsman RI diharapkan dapat mengambil peran proaktif dalam menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat dengan transparan dan akuntabel.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk tetap bersikap kritis namun tidak terjebak dalam asumsi tanpa bukti. Proses hukum dan investigasi harus dijalankan sesuai prosedur agar keadilan benar-benar terwujud bagi semua pihak.
Dengan mencuatnya kasus ini, ST Burhanuddin kini berada di tengah sorotan publik. Mampukah mereka menjawab tuduhan dengan bukti yang kuat dan menyelamatkan reputasi lembaganya? Ataukah ini menjadi titik balik bagi sistem pendidikan swasta di Indonesia untuk lebih transparan dan bertanggung jawab?